Siang menjanjikan
cahayanya. Malam menyelimuti dengan
dinginnya. Alam memiliki sepasang waktu pembagi antara sinar nyata yang
menghangatkan dengan semunya angin yang menyejukkan. Diantara keduanya ada pula
dua cahaya yang hampir sama namun tetap berbeda yaitu fajar dan
senja.
_AHS_
Ada tiga malam penting bagiku, yang akan aku ceritakan nanti. Malam
yang begitu mempengaruhi hidupku. Sehingga aku pernah bersyair memuja Allah
melalui salah satu ciptaannya yakni malam. Syair itu bercerita tentang rinduku
pada malam;
Senjaku menjelang malam
Terasa indah, walau mencekam
Rembulan senyum purnama
Serasa hati tengah merdeka
Seisi alam semesta seolah tertidur panjang
Semakin engkau kan kelam, tenangmu semakin datang
Semakin engkau kan kelam, kalbuku tenang sendu
Wahai malam, jangan pergi, janganlah berganti pagi
Sepimu bagai sorga, bagiku kau pelita
Jerat-jerat asmara dapat kulupakan
Beban-beban hidupku sejenak hilang
Kau kutunggu, sampai kapan pu engkau kunanti
Duhai sepi, bagiku malam sungguh berarti
Wahai malam, wahai malam,
Wahai malam, wahai malam………………….
Demikianlah syair itu aku dengdangkan lewat lagu. Sebuah syair yang
menurut salah seorang temanku begitu indah. Kalaulah dia tahu bahwa lagu itu
adalah keadaanku sebenarnya, pastilah dia menilainya menyedihkan, bukan indah
seperti yang dia nilai sebelumnya.
Tepat 27 Desember beberapa tahun yang lalu, di sebuah malam yang sangat mempengaruhi hidupku, dimana besoknya
aku hijrah dari kota kelahiranku menuju Jakarta. Malam itulah keputusan besar
untuk meninggalkan Sumatera Utara terpaksa aku lakukan, setelah seminggu penuh
aku dihujani hujatan, cacian dan makian sebab suatu kesalahan janji yang belum
bisa kutepati. Kutinggalkan isteri dan anak-anak, aku melangkah memberanikan
diri ke sebuah tempat yang belum pernah sama sekali aku kunjungi.
Malam itu begitu menenangkanku, membentuk sebuah keberanian dari hening
dan sejuknya. Seketika aku bisa berpikir dengan tenang tanpa gegabah. Sinar
rembulan mampu memperlihatkan hamparan bayangan masa depan dengan berhijrah. Subhanallah, sungguh sangat-sangat
berbeda malam itu. Sampai azan subuh berkumandang, sama sekali rasa kantuk
tidak hinggap di mataku. Hanya ada tekad kuat dan cita-cita untuk berubah
dengan berhijrah.
Setelah malam itu, ada malam kedua yang sangat membuatku ingin dekat
dengan Allah SWT. Malam itu adalah malam lebaran pertamaku tanpa keluarga di
Jakarta. Suara Takbir begitu membuatku sedih. Tangisanku tak henti mengingat
jauhnya keluarga dan mulai mengenang dosa.
Kala imanku tersentuh birahi
Kala khayalku memudar nyata
Hilang, semua hilang
Lenyap, tak berbekas
Sinar Ilahi meredup kelam
Hasrat rendahku membentur langit
Menang, nafsu menang
Rabbi tuntun daku
Allah, aku datang
Allah, aku pulang
Tak kuasa, tak berdaya
Allah dzul jalali wal ikromi
Berbulan-bulan aku hidup sendiri tanpa isteri. Belum bisa aku membawa
mereka ke Jakarta, karena belum tepat waktunya disamping keadaan yang tidak
memungkinkan. Rindu rasanya, tapi apa
daya tangan tak sampai.
Tentang malam, Allah begitu banyak menceritakannya dalam AlQuran.
Dibalik kegelapannya, ada sinar rembulan yang dapat menjadikannya menyenangkan
dengan redup keindahan. Sejuk dengan angin yang berhembus menghilangkan sejenak
hiruk-pikuk dan panasnya siang. Aku teringat sejenak akan apa yang dahulu dipikirkan
oleh Ibrahim AS ketika kagum melihat siang dengan mentarinya lantas berganti
dengan malam yang disinari rembulan. Betapa Allah Sang Maha dalam karya-Nya.
Firman Allah SWT; “Dia
memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan
menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang
ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah
kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai
apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (QS. 35:13)
”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan
(waktu).” (QS. 10:5)
Mengapa ciptaan Allah
yang begitu mengagumkan itu mulai tidak diingat lagi oleh hamba-hambaNya saat
ini? Tidak lain dikarenakan masing masing manusia sudah terpukau dengan dirinya
sendiri. “Narsis lu!” kata orang
jakarta.
Bayangkan bagaimana
kita sibuk mempublikasikan kehebatan kita! Sampai hal-hal yang tabu pun telah
kita kabarkan di entertainment. “Istri
saya sedang nggak bisa puasa saat ini, maklumlah, Dia sedang haid!” kata
seorang ustadz terkenal di acara televisi. Hemat saya; tidaklah begitu
pentingnya sampai haid pun harus diberitakan. Namun itu tetap saja pandangan
masing-masing orang yang tentunya berbeda-beda.
Ada sebuah malam yang
paling dinanti orang beriman ketika
bulan ramadan. Malam itu dinamakan lailatul
qadar. Banyak hal istimewa di dalamnya, sehingga dikatakan bahwa malam itu
lebih baik dari seribu bulan. Malam itu akan hadir setahun sekali. Tidak semua
orang tentunya dapat merasakannya.
Ngantuk, dah malam. bersambung..................................