Kamis, 23 November 2017

WAHAI MALAM



Siang menjanjikan cahayanya.  Malam menyelimuti dengan dinginnya. Alam memiliki sepasang waktu pembagi antara sinar nyata yang menghangatkan dengan semunya angin yang menyejukkan. Diantara keduanya ada pula dua cahaya yang hampir sama namun tetap berbeda yaitu fajar dan senja.

_AHS_

Ada tiga malam penting bagiku, yang akan aku ceritakan nanti. Malam yang begitu mempengaruhi hidupku. Sehingga aku pernah bersyair memuja Allah melalui salah satu ciptaannya yakni malam. Syair itu bercerita tentang rinduku pada malam;

Senjaku menjelang malam

Terasa indah, walau mencekam

Rembulan senyum purnama

Serasa hati tengah merdeka

Seisi alam semesta seolah tertidur panjang

Semakin engkau kan kelam, tenangmu semakin datang

Semakin engkau kan kelam, kalbuku tenang sendu

Wahai malam, jangan pergi, janganlah berganti pagi

Sepimu bagai sorga, bagiku kau pelita

Jerat-jerat asmara dapat kulupakan

Beban-beban hidupku sejenak hilang

Kau kutunggu, sampai kapan pu engkau kunanti

Duhai sepi, bagiku malam sungguh berarti

Wahai malam, wahai malam,

Wahai malam, wahai malam………………….

Demikianlah syair itu aku dengdangkan lewat lagu. Sebuah syair yang menurut salah seorang temanku begitu indah. Kalaulah dia tahu bahwa lagu itu adalah keadaanku sebenarnya, pastilah dia menilainya menyedihkan, bukan indah seperti yang dia nilai sebelumnya.

Tepat 27 Desember beberapa tahun yang lalu, di sebuah malam yang  sangat mempengaruhi hidupku, dimana besoknya aku hijrah dari kota kelahiranku menuju Jakarta. Malam itulah keputusan besar untuk meninggalkan Sumatera Utara terpaksa aku lakukan, setelah seminggu penuh aku dihujani hujatan, cacian dan makian sebab suatu kesalahan janji yang belum bisa kutepati. Kutinggalkan isteri dan anak-anak, aku melangkah memberanikan diri ke sebuah tempat yang belum pernah sama sekali aku kunjungi.

Malam itu begitu menenangkanku, membentuk sebuah keberanian dari hening dan sejuknya. Seketika aku bisa berpikir dengan tenang tanpa gegabah. Sinar rembulan mampu memperlihatkan hamparan bayangan masa depan dengan berhijrah. Subhanallah, sungguh sangat-sangat berbeda malam itu. Sampai azan subuh berkumandang, sama sekali rasa kantuk tidak hinggap di mataku. Hanya ada tekad kuat dan cita-cita untuk berubah dengan berhijrah.

Setelah malam itu, ada malam kedua yang sangat membuatku ingin dekat dengan Allah SWT. Malam itu adalah malam lebaran pertamaku tanpa keluarga di Jakarta. Suara Takbir begitu membuatku sedih. Tangisanku tak henti mengingat jauhnya keluarga dan mulai mengenang dosa.

Allah, Aku Datang; https://youtu.be/RicekDerxCo

 

Kala imanku tersentuh birahi

Kala khayalku memudar nyata

Hilang, semua hilang

Lenyap, tak berbekas

Sinar Ilahi meredup kelam

Hasrat rendahku membentur langit

Menang, nafsu menang

Rabbi tuntun daku

Allah, aku datang

Allah, aku pulang

Tak kuasa, tak berdaya

Allah dzul jalali wal ikromi

Berbulan-bulan aku hidup sendiri tanpa isteri. Belum bisa aku membawa mereka ke Jakarta, karena belum tepat waktunya disamping keadaan yang tidak memungkinkan. Rindu rasanya, tapi apa daya tangan tak sampai

Tentang malam, Allah begitu banyak menceritakannya dalam AlQuran. Dibalik kegelapannya, ada sinar rembulan yang dapat menjadikannya menyenangkan dengan redup keindahan. Sejuk dengan angin yang berhembus menghilangkan sejenak hiruk-pikuk dan panasnya siang. Aku teringat sejenak akan apa yang dahulu dipikirkan oleh Ibrahim AS ketika kagum melihat siang dengan mentarinya lantas berganti dengan malam yang disinari rembulan. Betapa Allah Sang Maha dalam karya-Nya. 

Firman Allah SWT; “Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. (QS. 35:13)

 

”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). (QS. 10:5)

Mengapa ciptaan Allah yang begitu mengagumkan itu mulai tidak diingat lagi oleh hamba-hambaNya saat ini? Tidak lain dikarenakan masing masing manusia sudah terpukau dengan dirinya sendiri. “Narsis lu!” kata orang jakarta.

Bayangkan bagaimana kita sibuk mempublikasikan kehebatan kita! Sampai hal-hal yang tabu pun telah kita kabarkan di entertainment. “Istri saya sedang nggak bisa puasa saat ini, maklumlah, Dia sedang haid!” kata seorang ustadz terkenal di acara televisi. Hemat saya; tidaklah begitu pentingnya sampai haid pun harus diberitakan. Namun itu tetap saja pandangan masing-masing orang yang tentunya berbeda-beda.

Ada sebuah malam yang paling dinanti orang beriman ketika bulan ramadan. Malam itu dinamakan lailatul qadar. Banyak hal istimewa di dalamnya, sehingga dikatakan bahwa malam itu lebih baik dari seribu bulan. Malam itu akan hadir setahun sekali. Tidak semua orang tentunya dapat merasakannya.

Ngantuk, dah malam. bersambung..................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ULAMA PESANAN ZAMAN

  https://youtu.be/iPUCCdsSqnI Bangsa yang begitu besar ini tampaknya semakin sulit mandiri. Selalu menjadi boneka yang sangat mu...