Sabtu, 25 November 2017

RENTAN SALAH, SULIT NGAKU


Di suatu siang, aku berjalan pulang ke rumah melalui gang sempit yang tiap hari aku lalui. Teriknya mentari menjadikanku ingin cepat-cepat sampai di rumah. Gang yang hanya cukup dilalui dua motor berselisih, menjadikan apabila ada pejalan kaki, maka salah satu dari kedua motor harus berhenti sejenak menunggu antrian. Tak kusangka, siang itu gang rumahku malah sangat sulit dilalui disebabkan adanya pedagang kerupuk yang lewat sambil berteriak; "Kerupuuuuk, kerupuk..."

Akhirnya jalan mulai lowong dan aku hampir bisa lewat. Ketika ingin melalui pedagang kerupuk itu, aku baru jelas melihat bahwa ia memakai tongkat dan mengarahkan tongkatnya ke arah yang tidak beraturan bahkan terkadang hampir ke arah parit gang. Aku baru sadar bahwa yang membawa kerupuk bertumpuk itu adalah pedagang buta.

Hatiku spontan iba, kuraba kantong celanaku dan kudapati uang lima puluh ribu rupiah di dalamnya. Tanpa pikir panjang kuberikan uang itu secara langsung ke tangan kirinya dengan cara membuka kepalan tangannya. Dalam hatiku berkata; "Mungkin ini kesempatanku buat sedekah dengan orang yang sangat butuh, aku harus paksakan walau sebenarnya hanya itulah sisa uangku."

Namun aku terperanjat dengan omongan pedang buta itu, "Apa ini, mau beli kerupuk? tanyanya padaku.

"Bukan Pak, itu untuk Bapak, sedakah saya," jawabku tulus.

"Hei, Anda salah! Saya bukan peminta-minta." hardiknya sambil membuang uang limapuluh ribu itu dan berlalu pergi.

 https://youtu.be/iNIAWG9Ifrw

 

Aku nggak habis pikir mengingat kejadian itu. Seharian aku merasa jijik melihat gaya pengemis itu yang menurutku berlebihan atau lebay kata orang jakarta. Aku menganggapnya salah dan bodoh bahkan lebih parah lagi, aku menvonisnya si-buta yang sombong.

Hari berlalu dan sekitar seminggu setelah kejadian, semacam ada pikiran yang hinggap di kepalaku bahwa akulah yang salah dalam peristiwa itu. Kenapa aku harus memaksa orang jadi pengemis? Padahal dia merasa pedagang. Kenapa dia aku katakan sombong, padahal dia ingin juga bersedekah seperti aku dengan jalan berjuang dalam dagang tanpa harus jadi pengemis yang menunggu belas-kasihan orang.

 "Astaghfirullahal'adzim......" gumamku dalam hati tanpa henti, betapa banyak sangka burukku pada pedagang itu. Namun "Alhadulillah," tak lupa aku ucapkan, karena Allah masih membuatku mampu untuk mengakui kesalahan.

Cerita di atas adalah gambaran betapa sulitnya manusia mengakui kesalahan, padahal ia adalah tempatnya salah. Selalu menyalahkan  dan mengkambinghitamkan oranglain. 

Alam semesta ini adalah buku bacaan besar bagi kita untuk lebih mengenal diri yang begitu kecil dan tak punya kuasa apa-apa. Pujian hanya milik-Nya dan hina adalah kita. Istighfar merupakan amal yang sangat dicintai Allah, karena memang manusia ditaqdirkan untuk meminta ampunan dengan pengakuan kepada Yang Maha Pengampun.

Maka sebagai hamba Allah yang awam, aku mengajak kita semuanya untuk tidak bangga dan diam bila dipuji, seolah senang dan meng-iyakan apa yang dikatakan orang lantas lupa mengembalikan pujian itu kepada Allah. Namun saat ada yang menghina, kita sibuk klarifikasi dan mencari berbagai  cara dan alasan untuk mengatakan bahwa aku tidak salah.

Tawaduk atau rendah hati bukan harus dengan cara berpakaian lusuh, memakai nama al-faqir atau menunjukkan kemiskinan. Tawaduk itu ada jauh di dalam sanubari hatimu dan hanya Engkau serta Allah yang Tahu...................

Lagu di atas; https://youtu.be/iNIAWG9Ifrw tercipta sebab peristiwa pedagang buta itu dan bercerita tentang aku yang selalu salah dan sulit mengaku. Amran HS

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ULAMA PESANAN ZAMAN

  https://youtu.be/iPUCCdsSqnI Bangsa yang begitu besar ini tampaknya semakin sulit mandiri. Selalu menjadi boneka yang sangat mu...